Kamis, 25 April 2013

Birrul Walidain; Wujud “Cintaku” padaMu

(Katakan: "Wahai Ayah Bunda, Izinkan Aku Menjadi Anak yang Shalihah Untukmu")


Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tuanya dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya. Katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.” (QS. Al-Isra [17]: 23-24) 

Ya, salah satu ibadah teragung di dalam Islam setelah mentauhidkan Allah adalah berbakti kepada kedua orang tua. Sekali lagi, berbakti kepada siapa? ”kedua orang tua”. Ketahuilah, sungguh bahwasanya berbakti kepada kedua orang tua hukumnya adalah wajib fardhu ‘ain. Tak peduli siapa orang tua kita, pekerjaannya, kehidupan sehari-harinya. Yang kita panggil ayah atau ibu, mama atau papa di rumah. Merekalah orang tua kita. 

Pernahkah terbayang dalam benak kita, saat kita sedang berada dalam perut Ibu. Betapa susahnya ia membawa kita kemanapun ia pergi? Namun sekalipun ia tak pernah mengeluh, ada makhluk lain “yaitu kita sendiri” dalam perutnya. Pernahkan terbayang dalam benak kita, Ayah atau Bapak setiap hari bekerja tanpa kenal lelah, mencari uang mati-matian hanya untuk membiayai hidup kita... agar kita bisa makan dan sekolah dengan enak?. Bayangkanlah, betapa beratnya beban dan tanggung jawab yang ada pada pundak-pundak mereka.

Sungguh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman dalam Al-quran surat Luqmân ayat 14 yang berbunyi: “Wawashshoinal insaana biwaalidaihi hamalathu ummuhuu, wahnan alaa wahnin wafishooluhuu fii aamaini, anisykurlii waliwaalidaika ilayyal mashiir”, yang artinya adalah “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.

Rasanya tidak ada yang membantah bahwa orang tua adalah sosok terpenting dalam kehidupan kita. Cinta dan pengorbanannya tidak pernah mati ditelan waktu. Ayah dan Ibu adalah dua makhluk yang berbeda namun cinta mereka sangat luar biasa dan kita tidak akan mampu membalasnya sampai kapan pun.

Sudah selayaknya kita berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama Ibu, karena dia telah mengandung kita selama 9 bulan, menyusui saat kecil, dan mengasuh dengan penuh kasih sayang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila anak itu telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh! aku bertaubat kepada Engkau dan sungguh aku termasuk orang-orang Muslim." (QS Al-Ahqaaf [46]: 15)

Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa dulu ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi Muhammad saw dan bertanya, “Siapa yang patut aku hormati?” Rasulullah menjawab, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “kemudian siapa?” Rasulullah kembali menjawab “Ibumu” Dia bertanya lagi, “kemudian siapa?” Rasulullah menjawab lagi, “Ibumu”. Dan dia bertanya kembali, “kemudian siapa?” Lalu Rasulullah menjawab, “Ayahmu”. (HR. Bukhari Muslim)

Jangan Durhaka

Durhaka kepada kedua orang tua merupakan dosa yang sangat besar, yang disetarakan sebagai dosa syirik. Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah kamu saya terangkan tentang dosa yang besar? Mereka menjawab, ‘Mau ya Rasulullah!’ Maka berkatalah Rasulullah, ‘Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua dan omongan dusta serta saksi dusta.” (HR. Bukhari Muslim)

Beberapa hal yang menurut kita sepele dan berkaitan dengan kedurhakaan seorang anak kepada kedua orang tua adalah sebagai berikut: Pertama, membuat keduanya menangis dan bersedih, dengan cara apapun baik dengan ucapan maupun perbuatan. Kedua, membentak keduanya dengan cara mengeraskan suara dan berkata-kata dengan kasar kepada kedua orang tua. Ketiga, berkata-kata dengan “ah” dan kesal terhadap perintah ibunya. Keempat, bermuka masam dan mengerutkan dahi di hadapan keduanya. Kelima, memandang keduanya dengan pandangan penghinaan. Keenam, memerintah keduanya. Ketujuh, mencela makanan yang disiapkan ibu. Kedelapan, tidak membantu keduanya dalam pekerjaan rumah. Kesembilan, mencuri barang milik orangtua. Kesepuluh, menitipkan mereka di panti jompo. Dan masih banyak lagi. 

Janganlah sekali-kali kita mendurhakai kedua orang tua kita. Takutlah akan adzab Allah bagi manusia yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Kisah tentang Si Malin kundang adalah cerita rakyat yang perlu juga kita ambil hikmahnya. Karena tanpa disadari ternyata banyak sekali “malinkundang-malinkundang” lain di zaman sekarang ini. Semoga kita semua mendapat petunjuk dari Allah dan diberikan kemudahan dalam melaksanakan bakti kita kepada orang tua. Aamiin..

Cara Berbakti kepada Orang Tua

Bakti kita terhadap orang tua adalah hubungan antarsesama manusia (habluminannaas). Ada banyak cara untuk menunjukkan bakti kita kepada kedua orang tua. Pada zaman Nabi Muhammad saw beliau bertemu seorang pemuda yang pundaknya lecet-lecet. Rasulullah bertanya, “Kenapa pundakmu?” Anak muda itu menjawab, “Wahai Rasulullah, saya dari Yaman dan mempunyai seorang Ibu yang sudah sangat uzur (tua). Saya sangat mencintai dia dan selalu menggendongnya. Saya hanya melepasnya ketika buang hajat, ketika shalat atau ketika istirahat.”

Kemudian anak muda itu bertanya, “Apakah aku termasuk ke dalam golongan yang berbakti kepada orang tua?” Nabi Muhammad saw sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan, “Sungguh Allah SWT ridha kepadamu, kamu anak yang shaleh, anak yang berbakti. Tapi, ketahuilah anakku, cinta orang tuamu tidak akan pernah terbalaskan olehmu.”

Sebenarnya cara berbakti kepada orang tua itu bisa bermacam-macam. Saya mengutip pendapat dari Muhammad Assad dalam bukunya yang berjudul Notes from Qatar yaitu cara yang Pertama adalah Selalu mendoakan kedua orang tua kita. Terlebih doa dari anak shaleh untuk kedua orang tuanya tidak akan ditolak Allah. Dalam salah satu hadits Rasulullah saw. bersabda, “Apabila anak Adam meninggal, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Abu Hurairah)

Kedua, Jangan mengecewakan kedua orang tua kita. Orang tua sudah bersusah payah menyekolahkan kita, bahkan saya sering mendengar cerita bagaimana orang tua teman-teman saya ikhlas menjual harta benda (rumah, mobil, dll) hanya untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Maka sebagai balasannya, bahagiakanlah mereka dan jangan pernah mengecewakan, apalagi membuat malu nama keluarga dengan sikap kita. Ketiga, Selalu belikan sesuatu kepada orang tua jika bepergian. Pernah suatu hari saya bepergian ke Istanbul Turki untuk menghadiri kompetisi ilmiah, sepulang darisana saya memberikan buah tangan berupa baju dan makanan khas turki untuk ibu dan ayah. Tidak harus dari luar kota/negeri juga, kalau kita lagi pergi ke mal atau restoran, take away saja makanan kesukaan mereka. “Sesuatu” ini tidak perlu mahal, karena yang terpenting dan poinnya adalah bentuk perhatian kita. 

Keempat, Jangan pernah mengucapkan kata-kata kasar kepada kedua orang tua kita. Perselisihan di dalam keluarga antara orang tua dan anak adalah wajar. Namun yang paling penting, saat kita berargumen, jangan sampai keluar kata-kata kasar yang bisa menyakitkan kedua orangtua. Contoh paling ringannya adalah seperti “ah” atau “yaelah”. Al Qur’an pun juga sudah dengan tegas melarang hal ini. Kelima, Bersikaplah terbuka kepada orang tua tentang apa yang terjadi pada diri kita. Karena kalau kita ada masalah pasti orang tua yang akan berdiri pertama kali untuk mendukung. Mereka juga selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. 

Keenam, Selalu membantu orang tua, baik diminta maupun tidak. Ini banyak contohnya, misalnya menemani ke pengajian, membantu masak di dapur atau beres-beres rumah. Bentuk pertolongan apapun itu, pasti akan membahagiakan kedua orang tua kita. Ketujuh, Umrah atau Haji-kan kedua orang tua jika sudah mampu. Kalau sudah punya rezeki yang cukup dan sudah mempunyai pekerjaan atau bisnis yang mapan, ya bolehlah kita kasih tiket PP ke Saudi Arabia agar orang tua kita bisa beribadah umrah atau haji. Insya Allah harta benda kita akan semakin berkah. 

Karena Ridha Allah = Ridha Orang Tua

Akhirnya, tujuan utama mengapa kita harus berbakti kepada orang tua adalah karena ridha Allah, ada di ridha orang tua. Seberapa besar dampak keridhhaan Allah terhadap kita? Wah besar sekali! Bahkan ada satu kisah seorang hamba yang shaleh yang dimasukkan ke dalam Surga hanya karena keridhaan Allah, dan bukan karena amal ibadahnya, Luar biasa bukan?.

Jadi kita harus selalu tahu batasan dan kadar kita sebagai anak yang tidak akan pernah menang melawan orang tua. Karena tujuan utama kita adalah mendapatkan keridhaan Allah, dan jalannya melalui orang tua. Semoga kita senantiasa menjadi anak-anak shaleh yang selalu berbakti kepada kedua orang tua. Semoga Allah Subhânahu wa Ta’âlâ senantiasa menuntun kita menjadi putra-putri yang berbakti pada orang tua dan jalan surga bagi keduanya. Sudahkah kita mendoakan orang tua atau paling tidak menyapa dan menanyakan kabar mereka hari ini?. 

Jika Orang Tua Telah Wafat

Berpulangnya salah satu atau kedua orang tua kita ke sisi Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mungkin telah menorehkan tinta kesedihan yang mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan, tak terkecuali diri kita. Betapa tidak, mereka yang selalu ada kapanpun dan dimanapun kita butuhkan kini telah tiada. Namun, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah mengabarkan kita bahwasanya Dia senantiasa menguji hamba-hambaNya. Sebagaimana firmanNya yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 155, “Dan sungguh, Kami pasti akan memberikan ujian kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. (Oleh karena itu) berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” 

Syaikh Muhammad Nasib Ar-Rifa’i dalam bukunya yang berjudul Taisirul ‘Aliyyil Qadir li ikhtishari Tafsir Ibni Katsir ikut menafsirkan firman Allah tersebut, “Dan juga kekurangan jiwa,” yaitu dengan meninggalnya kaum kerabat (orang tua). Oleh karena itu, bagi orang-orang yang mendapatkan cobaan dari Allah berupa kematian orang tua tercinta, semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kepadamu atas musibah yang menimpamu dan memberikan ganti yang lebih baik bagimu, mengampuni dosa-dosa orang tua kalian yang meninggal, serta mencurahkan rahmat dan keridhaan kepadanya, menjadikan kuburannya sebagai taman di antara taman-taman surga, serta mengumpulkan kalian semua dengannya di surga Firdaus yang tinggi dengan rahmat-Nya. Sesungguhnya Dia Dzat Pemberi Rahmat yang terbaik. Sesungguhnya adalah hak Allah mengambil dan memberikan sesuatu, Segala sesuatu di sisi-Nya telah ditentukan dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, hendaklah kalian bersabar dan mengharap pahala dari Allah (dengan sebab musibah tersebut).

Sebenarnya banyak hal mulia yang bisa kita hadiahkan untuk orang tua kita yang lebih dulu dipanggil oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Pernah suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam  sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Datanglah seorang lelaki dari Bani Salamah lalu berkata,  “Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan lagi untuk berbuat baik kepada kedua orangtuaku, setelah keduanya meninggal?” Nabi menjawab, “Mendoa’kan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menyambung tali silahturahim kerabat-kerabatnya, dan memuliakan teman-temannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Sungguh sebuah kebanggaan bagi orangtua yang sudah meninggal dunia bila dia meninggalkan seorang anak shaleh yang selalu mendoakannya dan memohonkan ampunan kepada Allah untuknya. Anak shaleh seperti ini akan menjadi perbendaharaan yang sangat berharga bagi orangtuanya. Bahkan dalam sebuah Hadits, Rasulullah saw. mengategorikan anak shaleh seperti ini sebagai amal perbuatan manusia yang tidak akan terputus meskipun dia sudah meninggal dunia, di saat amal-amal yang lain terputus. Beliau bersabda : “Jika anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (perkara), yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. Tirmidzi)
Anak shaleh seperti inilah yang mampu mengangkat derajat orangtuanya yang sudah meninggal dunia, seperti disabdakan oleh Rasulullah saw :
“Setelah seseorang meninggal dunia, derajatnya akan ditinggikan, dia pun bertanya: ‘Wahai Tuhanku, kenapa derajatku ditinggikan?’ maka dijawablah: ‘Anakmu telah memohonkan ampunan untukmu.’” (HR. Bukhari)
Doakan terus orang tua kita pada setiap selesai shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah apalagi ketika Qiyamullail. Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan anak shaleh tersebut, dan mudah-mudahan doa dan permohonan ampunan kita untuk kedua orangtua dikabulkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Aamiin..
Selain itu, perbanyaklah shadaqah dengan niat untuk orangtua kita, karena dalam sebuah Hadits, Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian hendak mengeluarkan shadaqah, maka bila kedua orangtuanya Muslim, hendaklah dia niatkan shadaqah itu untuk kedua orangtuanya, niscaya kedua orangtuanya itu akan mendapatkan pahala shadaqah tersebut tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang bershadaqah.
Pada riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal dunia saat Sa’ad bin Ubadah tidak berada di sampingnya. Sa’ad pun bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia saat aku sedang tidak berada di dekatnya. Manfaatkah untuknya jika aku mensedekahkan sesuatu (yang pahalanya) diperuntukkan baginya?” Beliau menjawab: “Ya.” Mendengar jawaban itu, Sa’ad berkata: “Aku memintamu menjadi saksi bahwa kebunku ini sudah aku sedekahkan (dengan niat) untuknya (ibuku).”
Selain doa dan sedekah, kita juga dapat menyambung tali silahturahim kepada kerabat atau teman-teman orang tua kita. Teladan dalam bidang silahturahim ini salah satunya adalah Ibnu Umar ra. Dan pada suatu hari ketika ia sedang mengendarai himarnya, mendadak bertemu dengan seorang Badui. Maka seorang Badui bertanya, “Bukanlah kau si Fulan bin Fulan.” Jawabnya, “Benar.” Selanjutnya, diberikanlah himar dan sorbannya kepada Badui itu. Kawan-kawannya tertegun, lalu bertanya kepada Ibnu Umar. “Semoga Allah melimpahkan ampunan kepadamu, mengapa kau berikan himar dan sorban kepada si Badui itu?” Ibnu Umar menjawab, “Saya telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sebaik-baik bakti (kepada orangtua) adalah menghubungi bekas kawan-kawan ayah sepeninggalnya. Dan ayah orang ini dahulu teman (ayahku) Umar.” (HR. Muslim)
Ketika orangtua memiliki nadzar (janji) untuk melakukan amal shaleh, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yaitu seorang perempuan suku Juhinah datang mengadu kepada Nabi, “Ibuku telah bernadzar pergi haji, tetapi beliau belum sempat melakukannya karena meninggal lebih dulu. Bolehkah saya menghajikan atas namanya?” Rasulullah menjawab, “Boleh. Hajikanlah atas namanya, sebab bagaimana pendapatmu jika ibumu mempunyai hutang, bukankah kamu yang melunasinya. Karena itu lunasilah hutang kepada Allah sebab Allah lebih patut dilunasi hutangnya.” Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita sebagai anak shaleh bertanggungjawab menulasi hutang-hutang nadzar orang tua kita. 
Wallahu A’lam bishawab.

PS: Kutuliskan sekelumit kata-kata ini dengan berlinangan airmata, dan penuh rasa cinta juga rindu yang mendalam kepada mendiang almarhumah ibuku dan ayah satu-satunya yang aku miliki.
Semoga kita dapat berkumpul bersama-sama lagi di Surga-Nya, Aamiin..